Nilai ekspor kakao

Nilai ekspor kakao di Sulsel mengalami penurunan drastis. Nilai ekspor kakao pada Juli lalu mencapai USD37,105 juta, tapi pada Agustus hanya USD18,863 juta. “Terjadi penurunan sekitar 49,16%. Penurunan nilai ekspor kakao ini ikut memengaruhi ekspor Sulsel secara keseluruhan pada Agustus,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel Bambang Pramono di Makassar,kemarin. Sekretaris Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Sulsel Dakhri Sanusi mengakui data BPS tersebut tidak jauh berbeda dengan kondisiriildilapangan.

“Datayang dikeluarkan BPS sudah betul karena kondisi saat ini memang juga sedang sulit,”paparnya. Ada beberapa hal yang mengakibatkan nilai ekspor kakao turun, di antaranya pemberlakuan bea keluar (BK) kakao yang besarnya antara 10% hingga 15%.“Pengusaha lebih tertarik menjual di dalam negeri karena tidak dikenai biaya sedikit pun,”ujarnya.

Penyebab lain karena kakao yang dipanen petani di sejumlah daerah tidak bagus.“Kakao yang dihasilkan petani tidak sesuai standar akibat cuaca buruk beberapa bulan belakangan ini,”ujarnya. Harga kakao di pasaran sedang jatuh. Jika sebelumnya harganya Rp24.000 per kilogram, saat ini turun menjadi Rp21.000. “Produksi kakao di tingkat petani sangat sedikit, bahkan secara nasional juga terganggu,”ujarnya.

Tahun ini produksi kakao nasional ditarget mencapai 600.000 ton, tapi diprediksi tak akan terealisasi. “Paling banyak mencapai 500.000 ton.Kami yakin hanya bisa mencapai angka tersebut.Jumlah 500.000 pun juga sudah syukur bisa terealisasi,” paparnya. Dia memprediksi jika produksi kakao nasional tidak meningkat, kemungkinan besar pemerintah akan membuka kran impor.

“Di Indonesia saat ini ada 17 perusahaan pengolah kakao.Tingkat serapan masingmasing perusahaan tersebut cukup besar,”paparnya. Menurutnya,untuk satu perusahaan, tiap tahun bisa menyerap hingga 350.000 ton hingga 400.000 ton biji kakao. “Hitung saja kalau ada 17 perusahaan yang memaksimalkan produksi.

Tentu pemerintah akanmembukaimpor,”katanya. Sementara itu,Kepala Dinas Perkebunan Sulsel Burhanuddin Mustafa juga mengakui nilai ekspor kakao Sulsel Agustus lalu minim. “Pada Maret, April, Mei, Juni, dan Juli produksi minim karena cuaca buruk. Produksi pada bulan itu diekspor pada Agustus. Karena itu,jumlahnya kecil,”paparnya.

Produksi kakao Sulsel mulai normal pada September, Oktober, November, dan Desember. Dia mengatakan, saat ini pihaknya sedang mendorong petani mengubah pola pengolahan biji kakao menjadi fermentasi. “Kalau sebelumnya petani menjual biji kering tanpa fermentasi, saat ini kami ubah polanya,”ungkapnya. Dengan cara fermentasi,petani akan mendapatkan nilai tambah.

Burhanuddin mengatakan, harga kakao tanpa fermentasi hanya di kisaran Rp20.000 hingga Rp21.000 per kg. “Kalau difermentasi, nilai tambahnya bisa naik hingga Rp4.000,”tuturnya. Tahun ini Pemprov Sulsel menargetkan produksi Sulsel sebanyak 193.000 ton. Sementara hingga Agustus, realisasinya mencapai 140.000 ton. “Yang utama adalah kualitasnya,” pungkasnya.

0 komentar:

 
Copyright © 2012 Blogger Info All rights reserved Mas Hari Daftar Isi
Sepeda Motor Injeksi Irit Harga Terbaik Cuma Honda Promo Member Alfamart Minimarket Lokal Terbaik Indonesia