Partai dakwah

Partai dakwah ini dinilai berkali-kali mengabaikan kesepakatan bersama terhadap kebijakan pemerintah. Sekjen DPP PKS Anis Matta menegaskan, partainya pasrah terhadap putusan yang akan diambil Presiden. Hanya, dia mengingatkan agar SBY menengok ke belakang dan mengingat sejarah bagaimana kebersamaan PKS dalam menyukseskan SBY hingga dua periode menjadi Presiden. Anis menceritakan, saat Pemilihan Presiden 2004 PKS adalah salah satu tulang punggung SBY dalam memenangi pertarungan. Demikian juga dalam Pilpres 2009. Dalam Pilpres 2009 PKS adalah yang pertama menyatakan sikap mendukung SBY di mana saat itu elektabilitas SBY sedang turun.

Sementara kompetitornya, Megawati Soekarnoputri malah naik. “Kami diajak beliau ketika elektabilitas beliau tinggal 19% dan Mega sudah 30%. Beliau ajak kami koalisi permanen dalam bahasa beliau. SBY dan Hilmi-Saya. Ketika PKS memutuskan mendukung beliau, itu sebenarnya pertaruhan besar,” ungkap Anis di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Anis juga mengungkapkan ada kesepakatan yang tertulis mengenai kontrak politik. Sementara PKS, kata dia, hingga saat ini tidak melanggar poinpoin dalam kontrak politik tersebut. Meski demikian, lanjut dia, PKS sepenuhnya menyerahkan segala keputusan kepada Presiden. Singkat kata, PKS memilih bersifat pasif dan menunggu apa yang bakal diputuskan oleh SBY. “Tapi kalau diundang akan datang. Tapi, kami tak menentukan langkah-langkah apa untuk bertemu.

Yang memulai kanbeliau,yang mengakhiri ya harus beliau juga. Kau yang memulai, kau yang mengakhiri,” ujar mantan aktivis PII ini. Menurut dia, jika hubungan PKS dengan Presiden SBY diakhiri, pihaknya telah menyiapkan langkah politik yang akan dijalankan partai ke depan. Menurut dia, apabila bangunan koalisi dengan pemerintah sudah tak bisa dipertahankan, maka tidak menjadi persoalan. PKS akan menerima kenyataan itu dengan lapang dada. “Kalau mau diakhiri, tidak ada masalah. Kami ingin bergabung dengan baik dan bercerai dengan baik. Harus ada suratsuratnya. PKS mentradisikan kontrak politik tertulis pertama kali. Jadi, ada dokumendokumennya,” ujarnya.

PKS Diminta Keluar

Sejumlah partai politik (parpol) pendukung koalisi mendorong PKS untuk keluar dari koalisi.Keputusan ini terkait sikap partai tersebut yang tidak merasa bersalah terkait langkah-langkah politik yang sering berseberangan dengan parpol lain yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab). Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Bima Arya Sugiarto menandaskan, jika menyimak dari pernyataan para pimpinannya, PKS sangat siap mengambil peran yang berbeda di luar pemerintahan.”Itu harus dihargai karena artinya PKS konsisten dengan langkahlangkahnya yang sangat kritis terhadap pemerintahan koalisi,” katanya.

DPP Partai Demokrat juga mempersilakan PKS keluar koalisi secara ksatria daripada terus memolemikkan apa hakikat dari koalisi. Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa mengungkapkan, pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah sangat jelas bahwa koalisi yang dibangun untuk menyukseskan pemerintahan. Karena itu, jika lebih memilih untuk terus berbeda dengan pemerintahan dan koalisi pada umumnya, langkah terbaiknya adalah memutuskan berada di luar koalisi.“PKS kan sudah bilang bahwa siap menjadi oposisi dan lebih nyaman berada di luar. Silakan itu diputuskan untuk menjadi oposisi tunggal yang selalu dibanggakan,”kata Saan di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Sekretaris Fraksi Demokrat ini menegaskan, apa yang disampaikannya bukanlah wacana baru ataupun tuntutan yang mengada-ada. Dia mengacu pada pidato Presiden SBY yang juga jelas menyatakan ada beberapa partai yang tidak komitmen menjalankan kontrak koalisi. Menurut dia, apa yang telah diutarakan Presiden SBY mengenai keresahannya atas beberapa partai koalisi bukan saja atas rekomendasi dari Partai Demokrat. Presiden SBY, lanjutnya, juga mendengarkan aspirasi dari mitra koalisi lain seperti PAN dan PKB yang selama ini juga merasakan keresahan yang sama.“ Jadi apa yang kita sampaikan adalah sikap rasional kita, bukan emosional. Ini sudah didiskusikan secara matang,” ungkapnya.

Sementara itu, PKS menegaskan tidak akan mengubah sikap meskipun menanggung risiko hengkang dari koalisi. Sekretaris Jenderal DPP PKS Anis Matta menegaskan, pihaknya selalu siap untuk menerima apa pun hasil evaluasi yang dilakukan Presiden.“Di luar atau di dalam (koalisi) sama saja. Kita santai-santai saja, tidak khawatir,” ucap Anies di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Namun, dia menggariskan, apabila keberadaan PKS di dalam koalisi diakhiri, harus dilakukan secara baik-baik atau tertulis karena kontrak politik untuk koalisi dengan Presiden SBY juga dilakukan secara tertulis. “Kalau harus cerai, cerai dengan baik.Ada dokumen tertulisyangbisadilihat,” ujar Anis. Berbeda dengan PKS yang memilih konfrontatif,DPP Partai Golkar memilih sikap lunak dalam menghadapi rencana tata ulang koalisi.

Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham menegaskan partainya menghormati pernyataan Presiden SBY dan siap untuk memperkuat koalisi. Namun, dia menggariskan bahwa koalisi seharusnya bukan sekadar mengawal kekuasaan, melainkan juga lebih bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Sikap Golkar yang mendukung angket Century dan mafia pajak, lanjut dia, harus dilihat sebagai upaya memperkuat visi Presiden SBY mewujudkan pemerintahan yang bersih. “Kalau sebaliknya, melemahkan pemerintahan Presiden SBY. Siapa pun yang objektif dan rasional,pasti sependapat dengan Golkar,”katanya.

Sebelumnya Presiden SBY mempersilakan mitranya keluar dari koalisi jika tidak bisa memenuhi etika dalam berkoalisi. Sebagai ketua koalisi,Presiden SBY mengingatkan bahwa 11 butir kesepakatan yang disebut sebagai Code of Conductseharusnya bisa dijalankan oleh mitra koalisi,bukan sebaliknya.

Reshuffle Kabinet

Pengamat Administrasi Negara Makassar A Ahmad Yani menilai, isu reshuffle yang kian memanas sudah menjadi harga mati di pemerintahan SBY-Boediono sebagai pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009. Alasannya, figur-figur yang dipercayakan sebagai menteri tidak memiliki pengalaman terhadap bidang yang bersentuhan dengan layanan publik. Dia mengibaratkan sejumlah menteri yang ada saat ini hanya sekadar boneka. Para menteri yang diangkat tidak mengetahui persoalan baik secara administrasi maupun perkembangan kebijakan dalam negeri maupun luar negeri terhadap bidang-bidang kementerian.

Kondisi tersebut berdampak pada kebijakan-kebijakan pemerintahan di sejumlah sektor kementerian tidak memberikan kebijakan baru dalam peningkatan pembangunan Indonesia di masa mendatang. “Sudah menjadi rahasia umum jika ada sejumlah menteri yang terkesan hanya belajar dari pejabat dirjen kementrian yang sudah ada sebelumnya. Kondisi ini tidak memberikan inspirasi kebijakan di kementerian yang dia pimpin,”ujarnya. Demikian catatan online Blogger Info tentang Partai dakwah.

0 komentar:

 
Copyright © 2012 Blogger Info All rights reserved Mas Hari Daftar Isi
Sepeda Motor Injeksi Irit Harga Terbaik Cuma Honda Promo Member Alfamart Minimarket Lokal Terbaik Indonesia