Tidak seperti partai lain

Tidak seperti partai lain yang biasanya memilih asrama haji atau hotel, untuk menggelar muktamar, Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) dalam muktamar I memilih lokasi di laut lepas.

Para muktamirin yang berjumlah 2.000-an orang diangkut dengan Kapal Lambelu dari Gapura Surya, Tanjung Perak, Surabaya dan bergerak menyusuri Laut Jawa menuju Tanjung Priok pada 12-13 Desember 2010. Alhasil, keputusan-keputusan penting soal masa depan partai diputuskan di atas laut.

Ketua Tanfidz DPP PKNU Choirul Anam menyatakan kegiatan muktamar kali ini sengaja mengambil tema Peduli Bahari, Peduli Negeri. Tujuannya, untuk mengenang kembali kejayaan bangsa, yang sebagian besar merupakan wilayah maritim. “Laut adalah sumber kehidupan dari sebagian besar warga Indonesia, sehingga pantas untuk dilestarikan,” terangnya.

Pelaksanaan muktamar di atas kapal Pelni itu juga untuk memperingati Deklarasi Juanda pada 13 Desember 1957 yang dipelopori Indonesia. Deklarasi Juanda ini kemudian diadopsi menjadi United Nation Convention on Law of The Sea (UNCLOS).

Pria yang akrab dipanggil Cak Anam itu menambahkan pemilihan kapal sebagai lokasi muktamar juga dimaksudkan untuk meminimalisir potensi money politics dan intervensi dari pihak luar dalam pemilihan petinggi partai. “Secara umum sukses, tapi kami masih kebobolan, ada 35 cabang yang terindikasi menerima uang untuk mengusung salah satu bakal kandidat,” ungkapnya.

Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) didirikan pada 21 November 2006 di Pondok Pesantren Langitan, Widang, Tuban, Jawa Timur. Meski tidak lolos parliamentary threshold namun partai itu tetap eksis. PKNU banyak memiliki para wakil rakyat di tingkat kabupaten, kota, dan provinsi.

Pelaksanaan muktamar sempat diwarnai insiden terlantarnya para muktamirin di Gapura Surya, Tanjung Perak, Surabaya. Sebab, Kapal Lambelu yang akan sandar guna mengangkut para muktamirin, jadwal kedatangannya dari Makassar molor hingga 7 jam.

Dari jadwal pemberangkatan semula, yang direncanakan sekira pukul 09.00 WIB, kapal baru bisa berangkat jam 16.00 WIB. Praktis, kondisi tersebut membuat jenuh dan capek para muktamirin. Mereka banyak yang memilih lesehan di teras ruang tunggu, bahkan sebagian tertidur lelap.

Salah seorang peserta muktamar, Musyarofah, menyatakan, dirinya bersama rombongan dari DPC dan DPW se-Indonesia, sudah menunggu kapal cukup lama. Dia mengaku sudah datang di gapura cukup molor, tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh panitia. “Tapi kenyataanya, kedatangan kapal masih saja molor. Ini membuat semua peserta resah,” ujarnya.

Hal yang sama juga dikatakan Agus, salah satu peserta dari luar Pulau Jawa. Dia menyatakan sangat kecewa dengan pelayanan Pelni, karena kapal datang tidak tepat waktu. Akibat dari kemoloran kapal, dia terpaksa mengeluarkan anggaran tambahan untuk makan dan minum.

Belum lagi tenaga yang dihabiskan menunggu waktu pemberangkatan, sehingga dirinya bersama muktamirin yang lain terpaksa lesehan di ruang tunggu, untuk bisa istirahat. “Akibat dari jadwal kapal yang molor tersebut, semua agenda muktamar akan terancam amburadul,” urainya.

Menanggapi hal tersebut, Manajer Usaha PT Pelni M Ridwan Mandikala, menyatakan keterlambatan kapal lebih disebabkan oleh faktor cuaca. Di mana, dalam perjalanan kapal dari Makasar, menuju Tanjung Perak Surabaya dihadang oleh angin kencang yang disertai oleh ombak yang cukup tinggi. “Sejauh ini, ketinggian ombak mencapai hingga 3 -4 meter, sehingga cukup mempengaruhi parjalanan kapal,” ujarnya.

Ridwan menjelaskan, keterlambatan tidak hanya terjadi pada Kapal Lambelu saja. Hampir seluruh kapal yang berlayar dari luar pulau, berlabuh dengan tujuan Tanjung Perak Surabaya, juga mengalami kondisi yang sama. Rentan waktu keterlambatan, juga sampai empat jam lebih. “Kalau sudah kondisi alam seperti ini, kami tidak bisa apa-apa. Terpenting, keselamatan penumpang kami utamakan,” tambahnya. Demikian catatan online Blogger Info tentang Tidak seperti partai lain.